Terbentuknya Alam Semesta Menurut Islam
Allah
menurunkan Al-Qur’an kepada manusia 14 abad yang lalu. Beberapa fakta yang baru
dapat diungkap dengan teknologi abad ke-21 ternyata telah dinyatakan Allah
dalam Al-Qur’an empat belas abad yang lalu. Dalam Al-Qur’an terdapat banyak
bukti yang memberikan informasi dasar mengenai beberapa hal seperti penciptaan
alam semesta. Kenyataan bahwa dalam Al-Qur’an tersebut sesuai dengan temuan
terbaru ilmu pengetahuan modern adalah hal penting, karena kesesuaian ini menegaskan
bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah.
Di
dalam Al-Qur’an, ditemukan istilah al-sama-wat
wa al-ardh wa ma bainahuma. Frasa ini agaknya lebih tepat untuk dipakai
dalam melacak konsep awal kejadian alam semesta di dalam Al-Qur’an. Oleh karena
frase ini memiliki arti jagat raya (Universe).
Frase ini dengan demikian lebih sesuai dengan alam semesta seperti
didefinisikan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berdasarkan
makna frase di atas, yaitu al-sama
dan al-ardh, dikemukakan beberapa
ayat yang bisa dijadikan indikasi untuk menemukan penjelasan tentang awal
kejadian alam semesta dalam Al-Qur’an. Sebut saja, misalnya Surat Fathir/ 35:1;
Surat Al-Baqarah/ 2 : 17; Surat Al-An-am/6: 1; Surat Al-Ambiya/ 21:30; Surat
Al-Mulk/67:3; Surat Al-Araf/7:54; Surat Hud/11 : 7; Surat al-Sajdah/32: 4;
Surat Fushshilat/ 41: 9-12; Surat Al-Thalaq 65:12; Surat Al-Dzariyat/ 51:47.
Memperhatikan
ayat-ayat di atas, Al-Qur’an menjelaskan awal kejadian alam semesta dengan
menggunakan kata Khalaqa, badi’ dan
fat’her. Dari tiga kata ini, yang banyak digunakan adalah kata Khalaqa. Namun dari tiga kata ini belum
ditemukan informasi secara eksplisit bahwa alam semesta itu diciptakan Allah
dari tiada atau dari ada. Yang ditemukan dari ayat-ayat itu adalah kata yang
dipakai untuk mengungkapkan penciptaan dari proses awal kejadian alam semesta
dengan memakai, misalnya tiga kata tersebut.
Dalam
surat al-ambiya’: 30, Al-Qur’an
menginformasikan bahwa pada awalnya alam semesta yang terdiri dari langit dalam
pengertian al-sama[1]
dan bumi dalam pengertian al-ardhs[2]
itu adalah sesuatu yang padu, lalu Allah meledakkannya menjadi terpisah.
Kesimpulan ini diambilkan dari kata yang digunakan Al-Qur’an, yaitu ratq dan fatq. Setelah terjadi perpisahan dengan kekuasaan Allah, alam
semesta mengalami proses fase transisi membentuk dukhan. Fase ini bisa ditemukan dalam surat Fushilat: 11. Teks terjemahannya dikutip seluruhnya: Dalam pada itu Dia mengarah pada penciptaan
ruang waktu, dan ia penuh “embunan” (dari materialisasi energy), lalu Dia
berkata kepadanya dan kepada materi; Datanglah kalian mematuhi (peraturan)-Ku
dengan suka atau terpaksa; keduanya menjawab: kami datang dengan kepatuhan[3].
Al-Baqy
dalam kitabnya,[4]
menyebutkan bahwa kata Dukhan, disebut
dua kali di dalam Al-Qur’an yaiitu disamping disebutkan dalam surat Fushilat: 11, juga disebut dalam surat al-Dukhan: 10. Akan tetapi kata Dukhan, yang terdapat dalam surat yang
disebut kedua tidak berbicara tentang proses penciptaan alam semesta seperti
dalam surat yang disebut pertama. Kata dukhan,
tampaknya menjelaskan tentang bentuk alam semesta ketika berlangsungnya
fase awal penciptaannya. Menurut Achmad Baiquni, pada suatu ketika dalam
penciptaan terjadinya ekspansi yang sangat cepat sehinggan timbul “kondensasi”
di mana energi berubah menjadi materi.[5]
Terkait
dengan proses penciptaan awal kejadian alam semesta ini, disamping menyebut
kata dukhan, juga disebut kata al-ma’. Dalam bahasa sehari-hari, kata al-ma’ dimaksudkan untuk menunjuk air. Namun
kata al-ma dalam konteks penciptaan
awal kejadian alam semesta ini, menurut achmad Baiquni, tidak dapat
diterjemahkan demikian, oleh karena pada fase penciptaan alam atau air yang
terdiri dari oksigen dan atom-atom belum dapat terbentuk. Karena ini, Baiquni
mengartikan kata al-ma’ seperti
disebut di dalam surat al-ambiya’: 30
adalah zat alir atau sop kosmos.[6]
Informasi
lain yang diperoleh melalui pelacakan ayat-ayat di atas hanya menjelaskan bahwa
bumi dan langit yang terdiri dari tujuh lapis itu diciptakan selama enam hari.
Jumlah hari dalam penciptaan alam semsta ini tentu tidak sama dengan hari dalam
pengertian yang terdiri dari 24 jam itu tetapi ukuran satu hari untuk
penciptaan alam semesta itu kalau mau disamakan dengan pengertian hari di dunia
ini adalah sama dengan seribu tahun (QS. As-sajjdah; 5). Dari informasi hari
dalam penciptaan alam semesta menunjukkan bahwa alam semesta itu diciptakan
tidak langsung jadi tetapi melalui proses yang panjang bahkan terus mengembang
(QS. Ad-dariyat; 47). “Dan langit itu
kami bangun dengan kekuasaan (kami) dan sesungguhnya kami benar-benar
berkuasa.” Karena itu, keterpisahan dapat dijelaskanan melalui ayat Allah
lainnya, yaitu ayat-ayat kauniyah seperti ditemukan dalam sains dan teknologi
oleh para saintis yang penemuannya didasarkan pada observasi dan penalaran yang
sudah teruji.
Berdasarkan
pada temuan ilmuwan tentang proses penciptaan awal kejadian alam semesta,
seperti dikemukakan oleh Steven Weinberg dalam bukunya The First Three Minutes, sebagaimana dikutip Sandi Setiawan dapat
dijelaskan dalam enam bingkai.[7]
Disebutkan oleh Weinberg bahwa sebelum keterpisahan langit dan bumi, suhu pada
waktu itu adalah 1011 kelvin. Alam semesta waktu itu berisi sop
materi (kosmos) dan radiasi yang tak terbedakan. Sedangkan kerapatan alam
semesta berada pada suhu 1011 Kelvin, yairu 3,8 milyard kali rapat
air saat ini. Kondisi suhu alam semesta ini bisa disebut sebagai bingkai
pertama. Alam semesta pada bingkai ini mengembang dengan cepat dan suhunya
terus menurun, kemudian alam semesta akan menghabiskan
waktunya
dalam bingkai ini selama 0,02 detik dihitung dari perseratus detik yang
pertama. Penjelasan ini tampaknya bisa dijadikan bayan tafsil atas surat Hud ayat
7, khususnya pada frase: Wa kana ‘arsyuhu
‘ala alma’.[8]
Penemuan
para ilmuwan barangkali dapat dijadikan sebagai alat untuk menjelaskan frase
tersebut. Menurut tafsiran ilmuwan, frase itu dimaknai sebagai keadaan di mana
bahan awal alam semesta masih berupa materi yang sangat padat (kerapatan sangat
tinggi) dibarengi suhu sangat tinggi pula.
Ilmuwan
tidak mengetahui keadaannya kecuali menamakannya dengan sop kosmos, yaitu suatu
fluida yang dalam bahasa Al-Qur’an disebut dengan alma’. Dari sini, Nampak bahwa alam semesta itu diciptakan dari
ada. Suhu semesta berikutnya adalah 30 milyard Kelvin (3 x 1010 kelvin).
Sejak bingkai yang pertama, sudah 0, 11 detik berlalu. Tak ada yang berubah
secara kualitatif tentang isi alam semesta, dalam arti tetap sama seperti pada
bingkai pertama. Namun seiring dengan pengembangan alam semesta, kerapatan alam
semesta mengalami penurunan menjadi sekitar 30 juta kali rapat air (empat juta
ton perliter). Alam semesta dalam bingkai ini berlalu selama 0,2 detik.
Pada bingkai ketiga, suhu
alam semesta adalah 10 milyard Kelvin. Kerapatan 10 alam semesta menjadi
380.000 kali rapat air. Alam semesta pada bingkai ini menjadi sekitar 2 detik.
Dalam bingkai ini inti atom belum terbentuk. adapun bingkai keempat,
suhu semesta adalah 3 milyard Kelvin. Sampai disini, yaitu sejak dari bingkai
pertama hingga bingkai keempat, alam semesta telah 13,82 detik berlalu. Suhu
pada bingkai ini telah cukup dingin bagi terbentuknya berbagai inti stabil
seperti helium empat. Walaupun demikian secara tidak otomatis begitu saja
terjadi perkembangan sesuatu pada alam semesta.
Pada bingkai kelima, suhu
semesta adalah satu milyard Kelvin, hanya sekitar 70 kali suhu pusat matahari
kita. Sejak bingkai pertama telah tiga manit
dua detik berlalu. Kemudian
diikuti bingkai ke enam di mana suhu semesta saat itu 300 juta derajat Kelvin
(3 x 108). Sejak bingkai pertama telah 34 menit 40 detik
berlalu. Rapat alam semesta telah menjadi 9,9 rapat air. Dalam tahap ini proses
nuklir telah berhenti, namun semesta masih terlalu panas bagi terbentuk atom
stabil. Alam semesta akan terus mengembang dan mendingin, namun tak ada
peristiwa yang menarik selama 700.000 tahun.
Pada saat itu, suhu telah
turun ke suatu nilai sekitar 3000 kelvin di mana electron dan inti dapat
membentuk atom yang stabil. Ketiadaan electron bebas akan membuat isi alam semesta
menjadi transparan bagi radiasi. Kondisi seperti ini bagi materi dan radiasikan
memungkinkan materi untuk membentuk galaksi dan bintang-bintang.
Pada
tahap keenam inilah menurut Achmad Baiquni[9]
keadaan materi alam semesta berupa embunan yang terdapat dari atom-atom mulai
menggumpampal dan membentuk bintang-bintang dan galaksi-galaksi. Penjelasan ini
dapat dijadikan sebagai bayan tafsir ayat
11 surat al-fushilat, yaitu kata dukhan:34
setelah munncul dukhan ini,
terjadi ledakan yang kemudian mewujud menjadi langit dan bumi, yang dalam
istilah ilmuwan semisal Lemaitri diteorikan dengan The Big Bang itu.
Beberapa
jam setelah The Big Bang, produksi Helium dan unsure-unsur lain telah
berhenti. Baru kemudian, untuk jutaan tahun berikutnya, alam semesta hanya terus
mengembang tanpa kejadian yang penting. Namun suhu berkurang menjadi beberapa
ribu derajat electron dan inti atom tidak lagi memiliki energi lagi untuk
mengatasi tarikan elektromagnetik antara mereka sehingga mulai membentuk atom.
Alam semesta secara akan terus mengembang dan mendingin, namun dalam
daerah-daerah yang memiliki rapat sedikit lebih tinggi dan rerata, pengembangan
akan terpelankan oleh tarikan grafitasi ekstra. Ini bahkan akan menghentikan
pengembangan dalam beberapa daerah dan menyebabkan terjadinya keruntuhan
kembali. Seiring dengan keruntuhan itu, tarikan grafitasi materi di luar daerah
itu dapat berotasi dengan lambat. Bila daerah runtuh menjadi cepat untuk
mengimbangi tarikan grafitasinya dan dengan cara inilah galaksi-galaksi berotasi
berupa cakram dilahirkan.[10]
Pada
tahun 1955, para astronom menemukan bukti-bukti bahwa galaksi-galaksi bergerak
saling menjauhi satu sama lainnya dalam kecepatan yang seimbang. Dari kenyataan
itu para astronom menyimpulkan bahwa alam raya adalah seragam dan sejenis.
Galaksi kita sendiri tidak memiliki keistemewaan apa-apa dari galaksi lainnya.
Kesimpulan lainnya, pada zaman silam keadaan alam raya lebih kecil dari
sekarang, pada sekitar 10 milyard tahun yang silam galaksi-galaksi saling
merapat satu sama lainnya. Perkiraan waktu ledakan besar itu terjadi didasarkan
atas usia galaksi-galaksi yang rata di atas 10 milyard tahun.[11]
Uraian
penciptaan langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, terdapat
dalam surat al-Fushilat ayat 9, 10,12 yang perincian tafsirnya sebagai berikut:
tahapan pertama penciptaan bumi 2 rangkaian waktu, tahapan kedua penyempurnaan
aparat bumi 2 rangkaian waktu, tahap ketiga penciptaan angkasa raya dan
planet-planetnya 2 rangkaian waktu. Jadi terbentuknya alam raya ini terjadi
dalam 6 rangkaian waktu atau 6 masa. (QS. As-sajdah; 4)
galaksi-galaksi dan lain-lainnya.
Karena secara eksperimental dapat dibuktikan bahwa ruang
serta waktu merupakan satu
kesatuan. Lihat, Achmad Baiquni, "Konsep-konsep Kosmologis", dalam
Budhy Munawar Rahman, Kontekstualisasi
Doktrin Ajaran Islam Dalam Sejarah (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina,
1994), 71
[2] Kata ini lebih tepat
dimaknai materi, yakni bakal bumi yang sudah ada sesaat setelah Allah
menciptakan jagad raya. Oleh karena
ia sudah terbukti bahwa materi dan energi setara dan dapat berubah dari yang
satu menjadi yang lain. Achmad Baiquni, Ibid.
[3]
Terjemahan ini dikutip dari terjemahan Achmad Baiquni, "Konsep-konsep..",
68.
Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam,
Sains dan al-Quran (Jakarta: Rajawali Press, 1997), 137.
ilmu
yang ditekuninya, ,khususnya fisika, kata Arsy
dalam ayat tersebut lebih tepat dimaknai
pemerintahan
Allah lengkap dengan sarana, aparatur dan peratuarnnya. Lihat, Achmad Baiquni,
"Konsep-konseo..", 71-72.
Begitu juga kata al-Mâ' dalam
ayat tersebut lebih tepat dimaknai zat alir
bukan
air dalam pengertian air seperti yang dilihat manusia saat ini, oleh karena air
yang terdiri dari
atom
oksigen dan atom-atom hydrogen belum dapat berbentuk. Pada saat itu isi alam
semesta, yakni
radiasi
dan materi pada suhu yang sangat tinggi wujudnya berbeda dengan yang ditemui di
dnuia saat
ini. Zat alir itu juga bisa disebut dengan sop kosmos. Lihat
Achmad Baiquni, "Konsep-konseo..",
72.
Komentar
Posting Komentar