Langsung ke konten utama

Komunikasi Lintas Budaya di Pasar Turi

KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA DI PASAR TURI
      A.    Sejarah Dan Demografi Pasar Turi
Sejarah Pasar Turi dimulai dari kisah pelarian Raden Wijaya yang diburu pasukan Jayakatwang (Raja Kediri) saat Kerajaan Singosari dihancurkan. Raden Wijaya dan pengikutnya berlari menuju utara hendak bersembunyi ke Madura di tahun 1292.
Ketika sampai di Desa Kudadu, buronan Jayakatwang ini diantar penduduk ke pangkalan perahu di Pejingan. Melalui Kali Krembangan, mereka akan berlayar menuju Pulau Garam. Sejak saat itu, Pejingan diganti nama Datar. Artinya tempat berangkatnya sang buron.
Dari Datar diganti lagi menjadi Padatar, dan menjadi Padatari yang akhirnya banyak dikunjungi orang bertukar barang, mirip pasar. Orang-orang Madura, kerap datang membawa hasil buminya. Begitu juga dengan petani dari Sepanjang, Sidoarjo juga menjual hasil pertaniannya di tempat ini. Tak ingin ketinggalan, pedagang toak dari Gresik juga datang.
Karena menjadi pusat perdagangan, nama Padatari diganti lagi menjadi Pasar Turi, dan namanya menjadi tersohor ke pelosok-pelosok daerah. Pasar Turipun, dikenal sebagai pusat perdagangan buah dan hasil pertanian lainnya.
Pasar Turi terletak tidak jauh dari Tugu Pahlawan, kurang lebih jaraknya 300 meter dari Pasar Turi. Lokasinya yang sangat strategis di wilayah pusat perdagangan utama Surabaya bagian utara, yaitu meliputi Kembang Jepun, Jembatan Merah, Pasar Besar dan Dupak telah menjadikannya sebagai salah satu lokasi yang paling diburu para pedagang besar dan menjadi tujuan utama para pedagang hingga pembeli potensial dari Jawa Timur dan Indonesia timur. Pengelolaan pasar berada dibawah Unit Pelaksana Pusat Pertokoan dan Perbelanjaan. Pasar Turi sudah menjadi ikon kota Surabaya serta menjadi bagian sejarah yang tak lekang oleh jaman.
Pasar Turi beberapa kali mengalami ujian yang cukup berat, ujian tersebut berupa beberapa kali mengalami amukan si jago merah. Pertengahan September 2012, Pasar Turi dihajar kebakaran hebat. Gedung tahap III, ludes terbakar. Amukan si jago merah kali ini menutup kisah kejayaan pasar yang berada di atas tanah seluas 4,3 Hektare, dengan rincian 2,7 hektare milik pemkot Surabaya dan 1,6 hektare milik PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Pasca kebakaran yang terakhir itu, proyek pembangunan diserahkan ke PT Gala Bumi Perkasa. Pada Februari 2012, Pasar Turi kembali dibangun dengan konsep baru tanpa meninggalkan ciri khas yang dimilikinya. Namun, akibat kerjasama ini kejayaan Pasar Turi dari masa ke masa musnah akibat konflik antara pedagang dengan investor (PT Gala Bumi Perkasa). Para pedagang mencurigai adanya permainan kotor yang dilakukan pihak pengembang.
Pasar Turi terbagi menjadi dua bagian, yakni pasar Turi Lama dan Pasar Turi Baru. Pasar Turi Baru terdiri dari 6 lantai yang berisi lebih dari 6000 kios pedagang dan 2 lantai parkir. Hanya saja, Pasar Turi Baru ini sangatlah sepi. Hanya sedikit ruko-ruko yang buka di setiap lantainya. Di antaranya, lantai LG berisi toko meubel, pakaian, mainan anak-anak (Victory), tetapi yang paling mendominasi di lantai LG adalah toko meubel. Suasana di lantai LG cukup ramai, karena banyak ruko yang buka. Tetapi jika dibandingkan dengan ruko yang buka, ruko yang tutup dan tidak berpemilik lebih banyak jumlahnya.
Lantai G, hanya berisi stage dan penjual minuman teh. Ruko-rukonya tidak ada yang buka sama sekali. Lalu, lantai satu juga kosong. Lantai dua, banyak ruko yang menjual busana tetapi jumlahnya tidak lebih dari sepuluh. Lantai tiga juga terdiri dari jajajaran ruko busana. Lalu, lantai 4 berisi foodcourt, selain itu di lantai 4 ada tiga ruko yang menjual macam-macam tas. Lantai 5 dan 6 kosong.
Sedangkan di Pasar Turi Lama, lokasinya tepat di depan pasar Turi Baru. Tetapi, bangunannya tidak semewah pasar Turi Baru. Bangunannya hanya berupa susunan kayu dan triplek yang di beri sekat sebagai pembatas antara pedagang satu dengan yang lain. Selain itu tempatnya sempit, kumuh dan kotor, jika turun hujan, lokasinya sangat becek. Di pasar Turi lama, jalan untuk pembeli sangatlah sempit, kira-kira berukuran 0,5 meter dan hanya cukup untuk satu orang saja. Jika ada orang yang berjalan di lain arah, maka harus bergantian melewatinya. Tempat yang dipakai di pasar Turi lama ini disebut sebagai tempat penampungan, tetapi para pedagang Pasar Turi Lama tetap menyebutnya sebagai Pasar Turi Lama. Di Pasar Turi Lama ini, masih ada banyak pedagang yang masih bertahan, di karenakan masalah antara pedagang dengan PT Gala Bumi Perkasa yang memanas.
 Ada dua percakapan yang di lakukan penulis soal pedagang pasar Turi baru dengan pasar Turi Lama. Pertama, penulis melakukan percakapan dengan satpam pasar turi baru di hari pertama pengamatan pada tanggal 20 November 2016, berikut percakapannya:
Setelah penulis berkeliling menyusuri pasar turi baru yang sepi pengunjung, akhirnya penulis penasaran akan keberadaan pedagang yang lainnya, karena sebelumnya penulis belum pernah datang ke Pasar Turi dan penulis kira jika di pasar Turi ini akan banyak pengunjung, dan hasilnyapun jauh dari ekspetasi penulis. Saat itu, ada seorang satpam yang berjalan ke arah penulis hingga akhirnya penulispun bertanya:
Penulis: Pak maaf, numpang tanya. Pasar Turi Lama itu tempatnya di mana ya?
Satpam: Pasar Turi Lama ya di sini mbk. Hanya saja namanya berganti menjadi pasar Turi baru.
Penulis : oh, gitu ya pak. Saya kira lokasinya berbeda. Lalu pak, saya lihat para pedagangnya kok sedikit ya pak?
Satpam : iya mbak. Banyak  (pedagang) di antara mereka yang masih menempati tempat penampungan.
Lalu, percakapan kedua yang dilakukan pada tanggal 24 November 2016. Saat itu, penulis dan teman satu kelompok penulis bertujuan mencari makan di daerah dekat pasar turi. Hingga akhirnya, kami berhenti di warung penjual soto ayam. Kemudian, saya dan teman saya memesan soto dan es teh. Tetapi ketika itu, saya tidak memesan soto. Saat penjualnya meracik soto pesanan teman saya. akhirnya saya berinisiatif bertanya perihal pasar turi sebagai berikut:
Penulis: ”Bapak, ini yang di belakang kita ini pasar turi lama ya pak?”
Penjual: “iya mbk. Ini pasar turi lama, namanya tempat penampungan. Pasar turi barunya yang besar itu mbk.”
Penulis: ”lalu pak, kenapa kok di pasar turi baru pedagangnya sedikit ya?”
Penjual: “iya, sedikit mbk. Orang belum selesai pasarnya”

      B.     Karakteristik Budaya
1.      Bahasa Yang Digunakan
Komunikasi yang terjadi antara penjual dan pembeli lebih sering menggunakan bahasa Indonesia, kecuali komunikasi yang terjadi antara penjual dengan penjual, biasanya mereka menggunakan bahasa jawa. Terkadang, pedagangnya juga berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Madura jika komunikasi terjadi antara pedagang Madura dengan Madura.
2.      Pakaian dan Penampilan
Berdasarkan pengamatan, pakaian yang di gunakan penjual berdarah cina di Pasar Turi Lama dengan Pasar turi baru berbeda. Orang cina di pasar Turi baru, pakaiannya terlihat lebih mewah dan terkesan mahal, sedangkan pakaian orang cina di pasar turi lama, baju yang di kenakannya terkesan biasa.
Ada juga perbedaan penampilan pegawai di pasar turi lama dengan pasar turi baru. Di pasar turi baru, pegawainya penampilannya lebih kekinian (modern), menggunakan make up, dan berseragam. Sedangkan, di Pasar Turi Lama pegawainya menggunakan pakaian bebas, penampilannya ada juga yang biasa dan ada juga yang memakai make up tebal.
Selain itu, dalam pengamatan penulis. Penampilan antara orang Madura dengan cina memiliki perbedaan. Orang Madura lebih banya menggunakan perhiasan yakni kalung, cincin, anting-anting, dan gelang kaki. Sedangkan orang cina penampilan mereka dalam menggunakan aksesoris lebih simpel, hanya mengenakan cincin dan kalung.
Selama melakukan pengamatan, penulis sangat jarang bertemu dengan pembeli. pembeli di pasar Turi lama lebih banyak dibanding pasar turi baru. Penampilan pembeli di pasar turi baru lebih mengarah ke fashion, atau kekinian. Sedangkan, penampilan pembeli di Pasar Turi Lama terlihat berasal dari perekonomian sedang. Karena pada saat pengamatan, saya menemui seorang pelanggan laki-laki yang sedang membeli mantel dalam jumlah yang cukup banyak. Pakaian dari pembeli ini sangatlah sederhana, dia hanya memakai pakaian hem berwarna krem yang warnanya sudah pudar dan celana kain sebagai bawahannya.
3.      Kebiasaan Makan
Berdasarkan pengamatan, cara makan pedagang Cina dengan pedagang Jawa dan Madura di Pasar Turi berbeda. Orang cina di pasar Turi, mereka makan dengan menggunakan sendok. Padahal, orang cina asli jika makan mereka lebih suka menggunakan sumpit. Selain itu, orang cina asli juga suka makan dengan menggunakan mangkok, tetapi saat saya mengamati fenomena komunikasi di pasar turi terlihat pedagang cina perempuan makan dengan menggunakan kertas minyak yang di lapisi daun pisang. Lalu, cara makan orang Madura dan Jawa sendiri hampir sama, yaitu secara tradisional dengan menggunakan tangan.
4.      Waktu dan kesadaran akan waktu
Pasar Turi mulai buka pada pukul 09.00 WIB- 16.00 WIB, jika berbicara soal waktu orang Indonesia terkenal sebagai jam karet alias suka mengulur-ngulur waktu. Tetapi, ketika saya mengamati di Pasar Turi Baru mana ruko yang buka tepat waktu ataupun yang masih belum buka, masih banyakan yang belum buka. Kebanyakan ruko yang sudah buka terlebih dahulu adalah milik orang cina, tetapi selain itu juga ada ruko yang sudah buka milik dari orang Jawa. Bahkan ada beberapa pegawai yang baru datang pada pukul Sembilan lebih.
      C.     Cultural Shock
1.      Harapan Besar
Pada saat pengamatan, penulis mengalami cultural shock terhadap budaya. Karena pada saat itu, penulis tidak pernah datang ke Pasar Turi, hingga akhirnya saat kali pertama melihat pasar turi, saya merasa terkejut. Karena saya kira Pasar Turinya itu bentuknya seperti pasar biasa, tetapi ternyata bangunan pasarnya sangat mewah seperti sebuah mall. Hanya saja Pasar Turi baru ini hanya terdiri beberapa pedagang di setiap lantainya, dan ini juga membuat harapan besar saya musnah dikarenakan pasar ini lokasinya sangatlah sepi. Hanya sedikit sekali pengunjung yang datang di Pasar Turi Baru. Inipun sangatlah berbeda jika dibandingkan dengan pasar kebanyakan yang jumlah pembelinya sangat banyak. 
2.      Semua tidak menyenangkan
Di pasar Turi, cara penyambutan pelanggan sangatlah berbeda dengan pasar kebanyakan. Di pasar turi ini, ketika datang seorang pembeli para pedagangnya dengan sigap menanyai pembelinya, seperti yang saya alami. Pada pengamatan pertama, Saat itu saya berjalan mengamati komunikasi para pedagang. Setiap saya melewati kios, penjualnya selalu berkata “Silahkan mbak, Cari apa?” dan itu hampir semua kios, berkata seperti itu. hal ini membuat saya tidak terlalu nyaman karena biasanya saya tidak pernah mendapat perlakuan seperti itu ketika saya pergi ke mall. Ini dapat disimpulkan bahwa pedagang di pasar turinya lebih aktif kepada pelanggan di bandingkan dengan pasar modern seperti Giant, Royal, dll yang pedagangnya lebih pasif terhadap pembeli. tetapi, pada pengamatan kedua saya sudah terbiasa dengan perlakuan seperti itu.
         D.    Proses Tahapan Akulturasi
1.      Perubahan Sikap
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, penulis mengamati perubahan sikap dari orang Cina. Ada perbedaan sikap orang cina di pasar Turi lama dengan Pasar Turi Baru. Di pasar turi Baru, orang cinanya terhadap pelanggan sikapnya lebih apatis, sedangkan jika di pasar Turi Lama orang cinanya lebih aktif terhadap pelanggan. Seperti saat saya melewati gang sempit di Pasar Turi Lama, saat itu ada seorang bapak berdarah cina yang menjual baju pahlawan yang dengan sigap menawarkan barangnya kepada saya “Silahkan mbk. Cari apa? Di lihat-lihat dulu bajunya”.
selain itu, ada juga perubahan cara duduk orang cina. Saat itu saya mengamati dua orang laki-laki yang saling mengobrol. Satu berdiri (orang jawa) dan satu duduk di kursi (orang cina). Orang cina ini duduknya dengan ongkang-ongkang kaki (duduk di tepi dengan kaki tergantung) yang mana cara duduk ini merupakan cara duduk orang jawa. Sedangkan di Cina sendiri, cara duduknya jika sedang berbicara dengan teman yaitu dengan duduk di lutut dengan pantat beristirahat di kaki. Ini membuktikan bahwa terjadi akulturasi sikap yang dilakukan orang cina ini.
lalu, ada juga fenomena komunikasi yang terjadi di pasar Turi Baru di pengamatan yang kedua. Saat itu, di lantai G ada tiga perempuan cina yang sedang asik bercakap-cakap, saat itu saya mencoba mengamati mereka. Saya mencoba berjalan ke arah mereka, ketika itu mereka masih bercakap-cakap. Saat saya mendekati tempat mereka, mereka secara serentak diam. Seakan apa yang mereka bicarakan adalah privasi. Sikap ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan orang sesam Jawa yang bercakap-capak, orang Jawa cenderung tidak peduli jika pembicaraan mereka di dengar orang lain, kecuali jika pembicaraan itu bersifat rahasia.
2.      Peminjaman Kebudayaan
Proses peminjaman kebudayaan ini juga dilakukan oleh orang China. Saat itu di hari pertama pengamatan, saya melihat dua orang laki-laki yang sedang mengobrol, satu berdarah cina dan satu berdarah jawa. Melihat fenomena komunikasi ini, saya dengan pelan berjalan mendekat ke arah dua orang itu bertujuan untuk mengamati pembicaraannya. Yang dapat saya ambil dari pengamatan ini, bahwasannya orang Cina ini sudah menggunakan logat bahasa Surabaya. Dia bahkan beberapa kali menyebut kata “Arek-arek” yang merupakan sebutan khas orang Surabaya dalam penyebutan “anak-anak”.
Lalu, di pengamatan kedua. Saat itu saya dan teman saya sedang makan soto di daerah Pasar Turi. Kebetulan ada seorang pria cina yang sedang rehat di warung itu. saya mengamati percakapannya dengan penjual soto yang membahas soal Ahok. Dalam percakapannya, dia beberapa kali mengucap kata “Dek’e” yang artinya “dia”, tetapi ketika dia mengangkat telfon yang sepertinya itu dari atasannya, dia menggunakan bahasa Indonesia. ini berarti dari dua fenomena ini, orang cina sudah mengalami akulturasi budaya dalam hal peminjaman kebudayaan.
Prinsip-Prinsip KLB
1.      Homofili
Homofili adalah derajat persamaan dalam beberapa hal tertentu seperti keyakinan, nilai, pendidikan, status sosial dan lain-lain, antara pasangan-pasangan individu yang berinteraksi. prinsip ini juga terjadi antara para pedagang di pasar Turi. Seperti yang telah saya amati, ada tiga orang wanita tua cina yang sedang bercakap-cakap di Pasar Turi Baru. Di karenakan mereka sama-sama memiliki darah cina, proses komunikasi yang terjadi di antara mereka semakin efektif. Selain fenomena ini, ada fenomena komunikasi yang terjadi antara pedagang Madura dengan Madura di Pasar Turi Lama. Saat itu, saya tengah berjalan mengamati Pasar Turi Lama, lalu ada dua orang pedagang yang berasal dari Madura yang saling berhadap-hadapan berbicara, satu wanita dan satu laki-laki. Mereka dengan asyiknya mengobrol berdua dengan menggunakan bahasa Madura, sekalipun ada banyak sekali orang yang lewat di hadapan mereka.
2.      Heterofili
Heterofili adalah derajat perbedaan dalam beberapa hal tertentu antara pasangan-pasangan individu yang berinteraksi. prinsip ini juga ada dalam fenomena komunikasi di Pasar Turi yaitu antara orang jawa dengan orang Cina. Saat itu, saya melihat dua orang ini saling bercengkrama, yang mana orang jawanya terlihat menggebu-gebu dalam bercerita sedangkan orang cinanya hanya sekedar menanggapinya saja.
Selain itu, ada fenomena komunikasi yang terjadi di Pasar Turi lama, ada orang cina yang saat itu sedang meminum teh di warung soto. Ketika itu, orang cina ini sedang sibuk membaca korannya, hingga kemudian si bapak warung soto inipun penasaran dengan apa yang dibaca orang cina ini. lalu, bapak pemilik warung soto inipun bertanya “moco opo? Moco kasus.e Ahok ta?” tanya bapak ini, akhirnyapun orang cina inipun hanya tersenyum lalu segera menutup mukanya dengan masker. 
      F.      Proses Verbal dan Non Verbal
Komunikasi di pasar Turi lebih sering menggunakan komunikasi verbal dibandingkan dengan komunikasi non verbal. Karena pedagangnya lebih sering menawarkan dagangannya. Seperti ketika saya dan teman saya pergi ke foodcourt di lantai 4 untuk mencari makan. Suasanya sangatlah sepi, tidak ada sama sekali pelanggan datang untuk makan siang. Melihat hal itu, saya dan teman saya hanya memutari foodcourt itu saja, hingga akhirnya ada dua ibu-ibu yang mendatangi kami untuk menawarkan makanannya dengan memberi kami kertas menu, satu orang jawa dan satu orang cina. Mereka berdua berlomba-lomba menawarkan barang dagangan mereka “ayo mbk. Ini murah masakannya, enak lagi” kata ibu berdarah cina, lalu ibu yang dari jawa inipun tidak ingin kalah menawarkan dagangannya “ayo mbk. Murah ini mbk” melihat percakapan di atas, itu berarti para pedagang lebih banyak menggunakan bahasa secara verbal.
Sedangkan, untuk proses non verbal sendiri saya hanya mendapati beberapa kejadian. Saat itu, di Pasar Turi Baru ada orang cina sedang merenovasi kiosnya. Lalu, saat dia memberi petunjuk ke pegawainya, ia menggunakan isyarat tangan menunjuk seperti yang biasa orang Indonesia lakukan. Selain itu, ada fenomena orang cina yang menutup wajahnya dengan masker saat berbicara dengan pemilik warung soto.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Macam-Macam Thoriqoh Dan Tokoh

TOKOH-TOKOH dan SEJARAH  THARIQAH 1.       Thariqah Qadariyah T h arekat yang didirikan oleh Wali Agung Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani. Nama lengkapnya Say i d Abu Muhammad ‘Abdul Qadir al-Jailani’ putra dari Abu Shaleh Musa Jangki Dausat bin Abdullah. Ayahnya merupakan keturunan Imam Hasan al-Mutsanna bin al-Hasan bin Ali bin Abu Thalib yang juga putra Fathimah az-Zahra binti Rasulullah. Dilahirhan pada tahun 471 H di daerah Jilan yaitu pedesaan yang terletak di daerah Thabaristan. Pada waktu kecil ia tidak mau menyusu pada ibunya di siang hari pada bulan Ramadhan. Ketika berusia remaja ia mengembara untuk menuntut ilmu Fikih kepada beberapa orang guru. Di antaranya Syaikh Abu Wafa Ali bin ‘Aqil’, Abu Khatabah al-Kalwadzani, dan lainnya. Ia belajar ilmu Adab pada Syaikh Abi Zakariya Yahya bin ‘Ali ath-Thibrizi dan berguru ilmu tarekat kepada Waliyullah Syaikh Khair Hamad bin Muslim ad-Dabbas. Sedang madat tasawuf ia terima dari tangan Abu Sa’id al-M...

Tafsir Al-Qur'an Surat Fushilat ayat 33-35

Berdakwah Dengan Perkataan Yang Baik (Surah Fushilat Ayat 33-35)        A.     Surat Fushilat ayat 33-35 وَ مَنْ اَ حْسَنُ قَوْلاًمِّمَّنْ دَ عَآ إِ لَى أ لَاللهِ وَعَمِلَ صَلِحًا وَ قَا لَ إِ نَّنِى مِنَ الْمُسْلِمِىْنَ                                                                                    وَ لاَ تَسْتَوِ ى الْحَسَنَتُ وَلاَ السَّىِّئَةُ اُ دْ فَعْ بِا لَّتِى هِىَ اَ حْسَنُ فَإِ ذَا الّذِ ى بَىْنَكَ وَ بَىْنَهُ عَدَا وَةٌ كَأَ نَّهُ وَ لِىُّ حَمِىْمٌ           ...

Metode Dakwah Mujadalah

Hai Sobat Sinta!!! Kali ini, saya mau posting salah satu metode dakwah yang digunakan para da’i. Mungkin, yang masih awam soal dakwah pasti mereka bakal tanya “Dakwah? Bukannya metodenya Cuma ceramah ya??” anda, tidak 100% benar sobat. Ceramah memanglah salah satu metode dakwah, tetapi tidak hanya metode ceramah saja yang di gunakan para Da’i. Masih ada, metode bil-lisan, metode dakwah dengan tindakan, metode bil-hikmah, metode mau’idhotul hasanah, metode mujadalah dan lain sebagainya. Nah, kali ini saya akan menjelaskan sedikit soal metode Mujadalah. Berikut penjelasan saya:       A.     Pengertian Metode Al-Mujadalah Dari segi etimologi (bahasa) lafazh mujadalah berasal dari kata “ Jadala ” yang bermakna memintal, melilit. Apabila ditambahkan Alif pada huruf jim yang mengikuti wazan Faaala , “ jaa dala ” dapat bermakna berdebat, dan “ Mujadalah ” perdebatan. [1] Kata “ Jaadala ” dapat bermakna menarik tali dan mengikatnya guna menguatkan sesuat...